Foto:ilustrasi

Lombok Timur (FaktaOne) - Sengkarut dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Teros masih menjadi bola liar. Hal ini lantaran sejumlah pihak mulai saling lempar. 

Mulai dari ex pengurus yang saling menyalahkan, pergantian pengurus yang amburadul tanpa melalui mekanisme yang jelas.

Kini pengurus baru mulai kebingungan. Alasannya SK, laporan dan data nasabah yang masih ditahan pengurus lama.

Mirisnya lagi, di saat masyarakat berteriak menuntut transparansi. Penguasa desa dan pengurus BUMDes mulai "angkat senjata". Masyarakat justru diancam akan dilaporkan jika membawa perkara tersebut ke APH.

"Justru kami baru tahu apa itu BUMDes. Tapi kenapa di saat masyarakat meminta transparansi muncul ancaman pelaporan ke masyarakat," sesal salah seorang masyarakat Desa Teros asal Dusun Kokok Daya.

Sehingga kata dia, harusnya para pemimpin desa mulai introspeksi diri.

"Pemerntah harus mulai introspeksi diri. Masyarakat butuh keterbukaan tidak hanya teori teori yang anti klimaks," tegasnya.

Seperti diketahui dalam cuitan di Media Sosial Facebook, ex pengurus lama mengancam akan melaporkan masyarakat yang membawa persoalan BUMDes ke ranah hukum.

Potongan cuitan sepekan lalu itu seolah olah menyudutkan masyarakat.

"Point terpentingnya adalah kami dari pengurus lama akan bereaksi melaporkan balik masyarakat yang melaporkan pengurus lama ke kepolisian tanpa bukti yg kuat. Karena auditor Inspektorat sudah mengeluarkan rekomendasinya dlm LHP," ancamnya.

Diberitakan sebelumnya, pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumes) di Desa Teros, Labuhan Haji, menjadi sorotan masyarakat.

Hal tersebut lantaran munculnya banyak masalah, mulai dari mayoritas kredit macet, dugaan kredit hanya untuk kolega dan keluarga penguasa hingga pemilik kredit yang diduga fiktif.

Temuan FaktaOne, mayoritas nasabah Bumdes tersebut macet. Tercatat sampai dengan hari ini, sebanyak 89 nasabah tergolong wajib tagih.

Kemudian proses pencairan yang diduga tak sesuai prosedur. Terbukti dengan adanya pengakuan dari sejumlah nasabah yang bisa mendapat kredit hanya dengan perintah lisan dari Kades.

"KTP saya tidak diambil. Saat itu Kades perintahkan untuk cairkan melalui Guspan. Hari itu langsung cair," ucap pegakuan salah seorang nasabah.

Temuan lainnya, dari data yang didapat media ini, tercatat banyak dari basabah tersebut merupakan kolega dan keluarga dari penguasa. Mulai dari Kepala Desa beserta jajarannya.

Hingga anehnya, 1 nasabah bisa mendapat 2-3 kredit. Itupun dengan menggunakam identitas yang tidak jelas.